“Jika seorang laki-laki sangat mencintai seorang perempuan,
saat perempuan yang dicintainya tepeleset maka batu yang ada di dekatnya lah
yang akan di salahkan.”
Pernah mendengar istilah manis ini?
Saya mendengarnya dari seorang kawan laki-laki beberapa
waktu lalu. Sayang saya tak melihat mimiknya langsung saat mengatakannya,
karena dia duduk di belakang saya. Tapi saya bisa tahu dari nadanya, dia
bersungguh-sungguh mengatakannya.
Sebentar. Biar saya ceritakan sedikit tetang kawan saya ini.
Dia laki-laki biasa. Beberapa tahun lebih tua dari saya. Jangan ditanya tentang
pengalaman hidup. Dia jauh lebih senior dari saya dalam merasakan pahit manis
kehidupan. Dia pernah sukses, benar-benar sukses dengan usahanya, sampai suatu
ketika terjatuh dan hampir tak memiliki apa-apa. Belum lama saya mengenalnya,
tapi sering terkaget-kaget dengan pemikiran-pemikiran dia tentang hidup, cinta,
agama, kegagalan dan banyak hal lainnya. Pemikiran yang menarik dan masuk akal.
Baiklah, sesaat saya teringat sebuah pemikiran yang hampir
mirip dengan penyataan di atas. Saat itu saya sedang membaca sebuah artikel
tentang cara mendidik anak. Di sana disebutkan bahwa, “Jangan membiasakan
menyalahkan benda atau makhluk lain yang ada di sekitar anak-anak saat mereka
terjatuh”. Dan disertakan pula contoh, ketika anak jatuh kita membela mereka
dan menyalahkan batu, cicak atau apa pun yang ada di sekitarnya. Saya paham
maksudnya, supaya anak tahu mengapa dia bisa terjatuh agar lebih berhati-hati
dan menyalahkan hal atau orang lain bukanlah sesuatu yang bisa dibenarkan.
Namun coba kita baca lagi kalimat manis di atas. Hal
tersebut terasa sangat manis saat si pelaku adalah seorang lelaki dan perempuan
dewasa. Saya tersenyum mendengarnya. Ada berapa laki-laki yang benar-benar
seperti itu di dunia ini? Maaf, jika pertanyaan saya terdengar sangat sinis.
Tapi begitulah saya, tak pernah menelan begitu saja hal-hal manis tentang
hubungan laki-laki dan perempuan.
Pram pernah menulis, “Memiliki pasangan adalah hal yang biasa saja, yang hebat-hebat hanyalah
tafsirannya”. Entah kenapa, tulisan Pram tersebut terasa lebih realistis
dan bisa diterima. Tak apa jika kalian tak sependapat, saya paham bahwa banyak
perempuan menyukai hal-hal manis yang dilakukan pasangan mereka padanya, pun
saya kadang-kadang menginginkan hal-hal manis tersebut. Saya perempuan biasa,
manusia biasa. Dan percaya hal-hal manis seperti di atas ada, di film-film,
hehe
Pernah suatu ketika saya dan seorang kawan membahas,
“laki-laki tukang gombal, karena perempuan suka digombalin”. Kami membahasnya
sambil tertawa-tawa memang, walau ada sedikit ketidak setujuan saya dari
pernyataan tersebut. Ini bahaya jika semua perempuan menelan begitu saja
hal-hal manis (yang saya sering menyebutnya gombal) dari laki-laki. Saya
khawatir akan banyak perempuan yang terkena diabetes karena hal ini, hehe :D
Oh man, tolong ajari saya untuk tak terlalu sinis pada
hal-hal manis. Saya terlalu sering berpikir bahwa laki-laki yang
sungguh-sungguh mencintai dan sangat menghargai perempuannya bisa dihitung
dengan 10 jari saja di dunia ini. Hal tersebut biasanya hanya terjadi di
awal-awal hubungan saja. Selanjutnya saya lebih sering melihat
pasangan-pasangan yang “lupa” akan rasa yang mereka miliki saat awal mereka
bertemu dan begitu sangat saling mencintai. Hal ini bisa dikarenakan banyak
hal, salah satunya intensitas bertemu yang lebih sering. Yang begini ada? You tell me J
Hingga suatu ketika saya mendapatkan “istilah” baru dari
seorang kawan, reuni katresnan. Dalam
bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah “reuni rasa cinta”. Hal ini
disampaikan kawan saya pada ulang tahun pernikahan saya dan suami yang ke 8.
Tujuannya adalah untuk mengingat lagi, apa yang dulu membuat kita sangat
mencintai pasangan kita, mengulangnya lagi, agar rasa tersebut tak terkikis
oleh waktu dan lebih buruk lagi terlupakan. Menjadikannya lagi kebiasaan,
mencintai seperti waktu awal.
Saya memang tak biasa dengan hal-hal manis. Bukan berarti
hidup saya tak manis, tapi mempercayai hal-hal realistis selalu lebih manarik
buat saya. Mencintai perempuan semampunya terasa lebih bijak. Saya hanya
khawatir akan begitu patah hati jika kemudian hal-hal manis yang dilakukan
laki-laki ke perempuannya lambat laun semakin menghilang. Ini tentang kehilangan
sesuatu yang indah, bukan? Dan itu pasti tak mudah. Tak apa, ini manusiawi,
kita manusia kan?