Jumat, 11 September 2015

Ada Semut di Kopiku Pagi Ini

Kuperhatikan saja dia
Berjalan memutari bibir cangkir
Mencari sesuatu yang kuyakin tak ada di sana
Butir gula..

Sempat dia menyisip airnya
Sedikit sekali dia celupkan kepalanya
Atau mungkin juga lidahnya
Ah, kurasa semut tak berlidah
Tapi dia tahu apa itu manis

Tak lama beberapa kawannya menyusul
Nekad juga mereka, kupikir
Jelas tak ada sebutir gula pun di sana,
Kopiku pahit pagi ini
Lalu apa yang dicarinya?

Kubiarkan mereka
Aku mulai paham
Dan tersenyum saja memandangnya

Mereka tak memerlukan gula ternyata
Bibirku yang sempat menempel meninggalkan rasa manis di sana
Semoga mereka tak mencandunya,

Seperti kau yang tak tahu harus menggantinya dengan apa

Kamis, 27 Agustus 2015

Love But Whisper, Are You Listening?

Ssstt.. Aku mencintaimu
Iya, mencintaimu..
Sedih rasanya, tak dapat membagi hal indah ini ke banyak telinga
Menyimpannya seorangan saja, untukku..

Pernah kau mengalami ini?
Mencintai sesungguh-sungguhnya,
Menyayangi sedalam-dalamnya,
Dan menyimpan isak karenanya, seorangan saja..

Jatuh cinta yang tak selalu manis
Ingat kataku, cinta tak pernah datang tepat waktu
Entah kenapa Tuhan menciptakan cinta yang tak dilengkapi aplikasi tanggal dan waktu
Dia memang Maha Segala-galanya, termasuk Bercanda
Dan kita, linglung dibuat-Nya, seorangan saja..

Boleh kuminta waktumu?
Sebentar saja, janji tak akan lama..

Coba kau ingat lagi, pernah ada yang mencintaimu sepertiku?
Pernah, ada yang menyayangimu tanpa tahu dan butuh alasan untuk itu?
Pernah, ada yang memberimu sebentuk hati dan tak meminta lebih dari sekedar senyum bahagia sebelum dan saat bangun tidur?
Atau pernah, kau merahasiakan sesuatu yang begitu membuat bahagia, seorangan saja?

Dengar aku,
Aku membutuhkanmu untuk terus menyimpan itu
Aku butuh kerelaanmu menyimpan senyum itu
Hanya untukku dan kamu, berduaan saja…
Jangan ada lainnya, kau tahu kenapa : )


Love but whisper, I hope you’re listening..



Selasa, 25 Agustus 2015

Biarkan Saya Bahagia, Sebentar Saja

Aku suka melihatmu sibuk begitu
“Kemalasan adalah musuh terbesar laki-laki”, katamu
Kubiarkan saja kau di sana
Menanti saat aku mendapatkan matamu mencuri pandang ke arahku
Dan sempat saja wajahmu memerah karenanya

Aku suka melihatmu diam saja di depan laptopmu, mengerjakan sesuatu
“Sebentar sayang, kuselesaikan dulu ini ya”, katamu
Kupandangi saja kau dalam senyum
Aku tak pernah berani memandang matamu saat berbicara denganmu
Jadi biar saja kucuri di saat-saat begini

Aku suka saat kau acak riap rambutku
Padahal kau tahu setengah mati aku membuatnya tampak baik
Dan kemudian menarikku ke pelukmu
Dan mencium dahiku begitu saja
Jantungku berhenti sejenak di sana, asal kau tahu

Jangan tanya apa yang tak kusuka
Pasti ada
Dan kau pun tahu itu apa
Ah, sudahlah.. Aku sudah memulainya dengan yang kusuka
Jangan kau rusak dengan pertanyaan tak suka,

Biarkan saya bahagia, sebentar saja.. 

Senin, 18 Mei 2015

Semoga Kita Tetap Menjadi Kita

Pernah kalian merasa beruntung? Hal apa yang membuatmu merasa begitu beruntung? Apa yang dapat lebih kau syukuri dari memiliki seseorang yang sayangnya begitu dalam padamu dan tulusnya tak perlu kau ragukan?

Adalah dia, kakak, sepupu, kesayangan, laki-laki yang dicintai banyak wanita dan pesonanya sulit untuk membuatmu tak menengok (walau hanya) mendengarnya berbicara. Kak Seno, begitu aku memanggilnya sejak kecil. Aku hampir lupa kapan aku mulai begitu mengingatnya. Tapi tak akan pernah kulupa bagaimana aku begitu terkagum-kagum pada pemikiran dan logat melayunya yang menurutku begitu syahdu.

Adalah dia, yang tak pernah melewatkan mengucapkan selamat ulang tahun padaku di setiap tanggal 6 bulan ke 11 tahun-tahun yang kulewati, dengan kata-kata manis yang terlalu sulit bagiku untuk tak mengingatnya. Selalu disisipkannya doa-doa indah untukku di hari itu. Harapan-harapan indahnya padaku, untuk selalu menjadi perempuan luar biasa serta kuat dan semakin kuat tiap tahunnya. Tak pernah diizinkannya aku menyerah begitu saja pada masalah. Selalu kuingat bagaimana dia memujiku dengan cara yang tak biasa, cara yang sama sekali berbeda dengan laki-laki lain melakukannya. Hanya ketulusan yang dia punya untukku, tak ada tujuan lainnya.

Adalah dia, laki-laki yang sangat sering memanggil sayang dan menciumku tanpa canggung di depan umum. Bahkan di depan kekasihnya sendiri! Memasang foto saat dia menciumku begitu mesra di jejaring sosial miliknya. Hingga banyak kawan kami yang kemudian menyempatkan bertanya secara pribadi tentang siapa dia, siapa saya dan ada hubungan apa. Tak bisa kutahan tawaku setiap ada orang yang menanyakan hal ini. Dan tak jarang kugoda mereka hanya dengan menjawab “RAHASIA!” hahaha..

Adalah dia, laki-laki yang padanya aku berani menaruh harap tanpa takut akan menyesal kemudian karena kecewa dengan harapanku sendiri. Selalu kuingat pertanyaannya setiap kami bertemu, “Kamu apa kabar, Vick?” dan betapa sedihnya dia jika jawabku adalah mangu penuh ragu. Pernah suatu kali kuceritakan permasalahanku padanya, dan dengan menghela napas dia mengatakan, “Selalu kuingatkan padamu, Vick. Jangan pernah bertaruh jika tak yakin menang.” Lalu bagaimana lagi aku harus membela diri dengan kata-katanya ini?

Adalah dia, satu-satunya laki-laki selain bapakku yang tidur semalaman dengan memelukku dan tak memikirkan sex sama sekali. Sepanjang malam kami berbagi cerita dalam pelukan. Kami selalu menikmati kebersamaan kami yang sangat jarang. Memanfaatkan kesempatan yang semakin hari semakin menyempit karena pekerjaan dan tanggungjawab pada keluarga yang saat ini kami miliki. Tapi tak apa, ini cukup bagi kami. Dia telah mengajarkan dengan baik padaku untuk selalu “mencintai keterbatasan”. Percayalah, itu tak mudah. Tapi kami pandai menerapkannya.

Adalah dia, guru tak resmi yang kubayar hanya dengan senyum untuk ilmu-ilmu hidup yang tak pernah kudapatkan di bangku sekolah mana pun. Selalu kuingat tulisannya, “Kami dibesarkan oleh masalah, masalah dan masalah”. Aku tersenyum saja membacanya. Memang tak sedikit dan tak ringan masalah yang kami miliki sepanjang kebersamaan kami. Tapi itu tak pernah membuat kami menyesali hidup, bahkan justru makin fasih untuk untuk saling menguatkan satu sama lain.

Adalah dia, yang selalu mengingatkan agar “kita bisa selalu menjadi kita”. Ada beberapa fase yang kami lalui dan memunculkan pemikiran takut kehilangan “ke-kitaan” kami, saat aku akan menikah dan saat dia akan menikah. Kami berdiskusi panjang sekali saat aku memutuskan untuk menikah. “Apa yang kau cari dari menikah sih, Vick? Kalau hanya anak yang kau cari, kau bisa mendapatkannya dari mana saja, kapan saja, tak harus menikah. Tapi jika masalah yang kau cari, maka menikahlah.”, katanya ringan tanpa rasa bersalah di depanku yang mendadak pucat mendengarnya. Bagian mana dari kata-katanya ini yang kalian tak setuju? Tapi biarlah, kuijinkan dia mengungkapkan rasa takutnya aku akan tersakiti oleh orang lain yang tak pernah begitu dikenalnya dan kemungkinan dia tak bisa mencegahnya terjadi. Hingga kemudian dia mengatakan, “ Apa pun yang terjadi nanti saat kau bermasalah, aku tak perduli dia ataukah kau yang salah, aku akan selalu di belakangmu untuk membelamu, karena kita disatukan oleh darah.” Manisnya dia.. J

Dia sangat laki-laki. Tak pernah kulupa bagaimana caranya memperlakukan wanita. Semua yang pernah bersamanya pasti tahu dan akan selalu mengingatnya. Beruntunglah istrinya yang begitu dia sayangi dan diperlakukan sangat mulia olehnya.


Jangan pernah berhenti menyayangiku. Aku akan selalu membutuhkanmu untuk membagi tawa dan sedihku. Teruslah menjadi “brengsek” untuk kita, jangan pernah menyudahinya, kita membutuhkannya untuk tetap bertahan hidup dan naik kelas bersama-sama. Semoga kita tetap menjadi kita. Tresnaku tanpa upama..

Sabtu, 21 Maret 2015

Mencintai Perempuan Semampumu




“Jika seorang laki-laki sangat mencintai seorang perempuan, saat perempuan yang dicintainya tepeleset maka batu yang ada di dekatnya lah yang akan di salahkan.”

Pernah mendengar istilah manis ini?

Saya mendengarnya dari seorang kawan laki-laki beberapa waktu lalu. Sayang saya tak melihat mimiknya langsung saat mengatakannya, karena dia duduk di belakang saya. Tapi saya bisa tahu dari nadanya, dia bersungguh-sungguh mengatakannya.

Sebentar. Biar saya ceritakan sedikit tetang kawan saya ini. Dia laki-laki biasa. Beberapa tahun lebih tua dari saya. Jangan ditanya tentang pengalaman hidup. Dia jauh lebih senior dari saya dalam merasakan pahit manis kehidupan. Dia pernah sukses, benar-benar sukses dengan usahanya, sampai suatu ketika terjatuh dan hampir tak memiliki apa-apa. Belum lama saya mengenalnya, tapi sering terkaget-kaget dengan pemikiran-pemikiran dia tentang hidup, cinta, agama, kegagalan dan banyak hal lainnya. Pemikiran yang menarik dan masuk akal.

Baiklah, sesaat saya teringat sebuah pemikiran yang hampir mirip dengan penyataan di atas. Saat itu saya sedang membaca sebuah artikel tentang cara mendidik anak. Di sana disebutkan bahwa, “Jangan membiasakan menyalahkan benda atau makhluk lain yang ada di sekitar anak-anak saat mereka terjatuh”. Dan disertakan pula contoh, ketika anak jatuh kita membela mereka dan menyalahkan batu, cicak atau apa pun yang ada di sekitarnya. Saya paham maksudnya, supaya anak tahu mengapa dia bisa terjatuh agar lebih berhati-hati dan menyalahkan hal atau orang lain bukanlah sesuatu yang bisa dibenarkan.

Namun coba kita baca lagi kalimat manis di atas. Hal tersebut terasa sangat manis saat si pelaku adalah seorang lelaki dan perempuan dewasa. Saya tersenyum mendengarnya. Ada berapa laki-laki yang benar-benar seperti itu di dunia ini? Maaf, jika pertanyaan saya terdengar sangat sinis. Tapi begitulah saya, tak pernah menelan begitu saja hal-hal manis tentang hubungan laki-laki dan perempuan.

Pram pernah menulis, “Memiliki pasangan adalah hal yang biasa saja, yang hebat-hebat hanyalah tafsirannya”. Entah kenapa, tulisan Pram tersebut terasa lebih realistis dan bisa diterima. Tak apa jika kalian tak sependapat, saya paham bahwa banyak perempuan menyukai hal-hal manis yang dilakukan pasangan mereka padanya, pun saya kadang-kadang menginginkan hal-hal manis tersebut. Saya perempuan biasa, manusia biasa. Dan percaya hal-hal manis seperti di atas ada, di film-film, hehe
Pernah suatu ketika saya dan seorang kawan membahas, “laki-laki tukang gombal, karena perempuan suka digombalin”. Kami membahasnya sambil tertawa-tawa memang, walau ada sedikit ketidak setujuan saya dari pernyataan tersebut. Ini bahaya jika semua perempuan menelan begitu saja hal-hal manis (yang saya sering menyebutnya gombal) dari laki-laki. Saya khawatir akan banyak perempuan yang terkena diabetes karena hal ini, hehe :D

Oh man, tolong ajari saya untuk tak terlalu sinis pada hal-hal manis. Saya terlalu sering berpikir bahwa laki-laki yang sungguh-sungguh mencintai dan sangat menghargai perempuannya bisa dihitung dengan 10 jari saja di dunia ini. Hal tersebut biasanya hanya terjadi di awal-awal hubungan saja. Selanjutnya saya lebih sering melihat pasangan-pasangan yang “lupa” akan rasa yang mereka miliki saat awal mereka bertemu dan begitu sangat saling mencintai. Hal ini bisa dikarenakan banyak hal, salah satunya intensitas bertemu yang lebih sering. Yang begini ada? You tell me J

Hingga suatu ketika saya mendapatkan “istilah” baru dari seorang kawan, reuni katresnan. Dalam bahasa Indonesia artinya kurang lebih adalah “reuni rasa cinta”. Hal ini disampaikan kawan saya pada ulang tahun pernikahan saya dan suami yang ke 8. Tujuannya adalah untuk mengingat lagi, apa yang dulu membuat kita sangat mencintai pasangan kita, mengulangnya lagi, agar rasa tersebut tak terkikis oleh waktu dan lebih buruk lagi terlupakan. Menjadikannya lagi kebiasaan, mencintai seperti waktu awal.


Saya memang tak biasa dengan hal-hal manis. Bukan berarti hidup saya tak manis, tapi mempercayai hal-hal realistis selalu lebih manarik buat saya. Mencintai perempuan semampunya terasa lebih bijak. Saya hanya khawatir akan begitu patah hati jika kemudian hal-hal manis yang dilakukan laki-laki ke perempuannya lambat laun semakin menghilang. Ini tentang kehilangan sesuatu yang indah, bukan? Dan itu pasti tak mudah. Tak apa, ini manusiawi, kita manusia kan?

Rabu, 25 Februari 2015

More

"Ok, sampai jumpa minggu depan. Dan jangan lupa paper minggu ini harus terkumpul semua minggu depan. Terimakasih". Kututup laptop dan membereskan mejaku, mengakhiri kelas. Berjalan di koridor kampus menuju ruang dosen. Membereskan beberapa buku dan menandatangani berkas-berkas yang ditinggalkan dengan note di mejaku.

Kukendarai mobilku lebih pelan dari biasanya. Baru pukul 14.00 dan hujan telah mengguyur kota ini, rintik namun intens. Ada Etta James mengalun merdu di speaker mobilku. Kusempatkan melepas blazer ketika berhenti di trafficlight, membuka sedikit jendelaku dan menyalakan sebatang marlboro light. Etta James menyanyikan "I've Been Loving You Too Long" dan aku pasrah dibuatnya merana.

Ingatanku kembali ke percakapan kita beberapa waktu lalu saat aku akan meninggalkan kotamu, berpamitan.
"Saya pulang. Kutinggalkan hatiku di kota ini. Kuyakin akan over bagage jika kubawa serta, berat.", kataku sambil menunduk dan membuang nafas berat.
"Tak apa, akan kuantar kembali ke sana suatu saat nanti.", katamu sambil tersenyum menggenggam tanganku erat. Mencoba menghibur.
Aku tersenyum, yang kuyakin senyum pahit yang kau lihat. Maafkanlah aku yang tak pernah pandai bersikap "tak apa-apa" padamu. Kuyakin kau mengerti.

Kuhentikan mobilku di parkiran sebuah taman. Hujan telah berhenti, dan sore ini menjadi cantik sekali dengan matahari merah yang memenangkan langit dari mendung. Kulepas heelsku dan menggantinya dengan flatshoes. Kubawa turun sebuah novel dan membawa serta hapeku saja. Kusempatkan membeli ice thai coffee di coffeeshop dekat parkiran. Kemudian menyusuri jalan konblok menuju sebuah bangku yang terletak tak jauh di pinggir danau kecil berbunga teratai. Duduk di sana, dan membiarkan sinar matahari mencuri kulitku di balik bayangan pohon di belakangku. Kuikat rambut panjangku ke atas dengan sedikit berantakan, tak apa, aku menyukainya seperti ini.
Aku mulai membuka novel yang kubawa.

Namun tak lama, ternyata aku lebih ingin menikmati sunyi di sore ini. Kututup lagi bukuku dan menyalakan sebatang rokok. Memandang kosong ke danau di depanku. Membiarkan mataku tersakiti okeh kilau airnya yang luar biasa. Kuminum kopi dinginku yang selalu mengingatkanku akan ejekanmu, "Bukan seperti itu cara menikmati kopi, cah ayu.", katamu. Namun aku tersenyum saja mengingatnya. Kau tahu aku bukan peminum kopi, dan kau bilang senang sekali ketika kubilang kuingin minum kopi. Coba ajariku cara mengingatmu yang lebih baik lagi selain dengan tersenyum seperti ini. Tak pernah kutemukan. Kupasang ear plug dan Andrea Bocelli mulai menyanyikan More.
"More than the greatest love the world has known, this is the love i give to you alone..."
Kupasrahkan diriku pada rindu padamu yang tak mengenal ampun.
Kutengok jam tanganku, waktu menunjukkan pukul 16.12. Aku kembali ke mobilku dan menyetir pulang.

Sesampai di rumah, memanaskan air dan menyeduh secangkir teh. Duduk di sofa tanpa menyalakan tv, masih dengan setelan kerja. Menyalakan mp3 dengan remote dan diam mendengarkan Great Big World menyanyikan Say Something.
"And i will swallow my pride, you're the one that i love and i'm saying goodbye..."
Kupejamkan mata dan tersenyum saja

Engkau selalu menjadi yang tersayang untukku. Tak pernah kuingin mengubahnya. Tak pernah ingin menyudahinya.


Jogja, end of  September 2014

Hari Ketiga



Tidurlah, sayang
Istirahatkan sakitmu, beri waktu mata sayumu untuk memejam
Agar hilang lelahmu, setelah berkali-kali menangis menahan sakit karena jarum-jarum suntik yang sudah hampir kehabisan tempat untuk bekerja di kedua tanganmu, di hari ketiga
Maafkanlah suster-suster di sini yang tak tahu cara menyembuhkanmu tanpa harus menyakitimu begitu
Sudah berkali-kali kupanjatkan doa ke Tuhan dan meminta sakitmu untukku, namun Tuhan memang suka bercanda dan kali ini sama sekali tak lucu, ya Ibu tahu
Mari sini, tidurlah di lengan Ibu
Agar bisa kupandangi lagi wajah tulusmu menjalani semua ini
Agar Ibumu punya waktu untuk melepas isak di punggungmu
Jangan khawatirkan esok, malam ini akan kuminta kembali pada Tuhan untuk kesembuhanmu
Semoga saja Dia tidak sedang sibuk atau piknik,
Hampir habis air mata Ibu melihat kalian lemah begitu
Pejamkan matamu, nak
Lupakan sejenak ngilu di tubuhmu
Lelaplah dalam mimpi-mimpi
Tak henti mulut dan hati ibu merapal segala doa untuk kebaikan kalian
Demi apa? Demi melihat lagi senyum kalian yang selalu jadi penawar untuk segala sakit yang dokter mana pun tak punya obatnya
Demi Tabina


Jogja, February 8th 2015