Sabtu, 04 Februari 2017

Jatuh Cintaku Yang Tak Kau Tahu, Atau Kau Yang Memang Tak Mau Tahu

Demi binar itu, aku rela menelan saja lanjutan kata yang sudah ada di ujung lidah
Menunggumu menyelesaikan senyum
Dan menanti kejap di matamu yang bintang mana pun tak sanggup menandingi
Hampir saja kulupa cara bernapas karenanya

Menyimakmu berbicara seperti hujan yang berderai pelan dengan jeda ritmis sesorean
Membaur sempurna dengan wangi tanah yang basah
Yang memaksa banyak makhluk untuk berhenti ber-apa saja dan pasrah menikmatinya
Bahkan terlalu sayang rasanya melewatkan satu kata saja dari cara bicaramu yang begitu mempesona

Demi helai rambut yang jatuh di wajahmu saat kumenatapmu
Aku rela menunda meminum teh yang sudah kugenggam cangkirnya
Menantimu menyibakkan rambut ke belakang kepala
Dan melihat mereka kembali jatuh tak beraturan begitu saja yang entah bagaimana tak juga membuatmu kesal karenanya

Mendengar gesekan nada dari biola yang kau alunkan di sesela kebersamaan kita
Seperti mengingat lagi sebuah masa yang sudah terlalu sulit kumengingatnya
Saat sepasang telinga yang tanpa sengaja mendengarnya, tak dapat melawan keinginan mata untuk memejam, dan tenggelam begitu khusyuknya
Bahkan senyum bahagia yang lama tak kujumpa hadir begitu saja tanpa harus kuminta

Tahukah kau, hampir setiap napas yang kuhela
Setiap kedipan kedua mata yang membuatku tetap terjaga
Bahkan setiap desir yang terjadi di dalam dada
Tak pernah sebegitu menyiksa di malam-malamku sebelumnya

Tapi aku begitu rela menjalaninya
Menjaga rasa yang ada tetap utuh di dalam sana
Merindukanmu hampir di setiap detik yang tega berlalu tanpa memberiku waktu sebentar saja untuk tak mengingatmu

Jatuh cintaku yang tak kau tahu, atau kau yang memang tak mau tahu?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar