Selasa, 31 Agustus 2010

Hariku dan Marahmu


Kunyalakan Dunhill Menthol Lights ke delapan dalam satu jam ini. Selama itu pula lah aku terduduk di belakang meja kantorku dan berusaha berhenti memikirkanmu dengan menyelesaikan beberapa jurnal yang tak kunjung selesai.

Matahari mulai memerah di sisi barat, waktu menunjukkan pukul 16.24 dan ku masih saja belum bisa menenangkan diri dari rasa tak nyaman dengan pembicaraan kita semalam. Pertanyaan dan pernyataan tak suka yang kau lontarkan. Pandangan mata curiga yang kau siratkan. Dan laku tak bersahabat yang kau tunjukkan. Kemana arah semua itu?

Apa aku menyakitimu, sayang? Bagaimana kuharus menjelaskannya? Kumohon berhentilah sejenak dengan egomu. Biar kudinginkan marahmu. Ku sedih sungguh melihatmu begitu. Biar kupeluk hatimu, dan dengarlah getar rasaku yang tak pernah berubah untukmu. Apa itu pun terlalu sulit untukmu dalam marah yang tak tentu arah begitu?

Kumatikan rokokku dan meminum teh hitam yang sudah dingin dari cangkir di sebelah kiri laptopku. Getirnya bahkan terasa lebih sempurna dengan semua ini. Rindu yang tak lagi bisa diminta untuk bersabar dan gelisah yang menghabiskan sisa ketegaran yang kupunya, semua ini ... bagaimana ku harus menyampaikannya .. ?

Untuk kesekian kalinya kumerasa sangat tak nyaman di tempat yang paling kusuka di sudut ruangan ini. Sedih yang membabi buta tak tahulah aku bagaimana mengakhirinya. Kuambil lagi sebatang rokok dan menyalakannya. Menghisapnya dalam-dalam dan berharap resah ini ikut terserap habis saat ku menghembuskannya.

Aku berhenti mengetik dan meraih hp dari dalam tasku. Bahkan gerakku pun tak sebaik biasanya dalam tangan yang bergetar seperti ini. Kulihat layar yang tak bergerak sama sekali seiring tak adanya telepon atau pun sms yang masuk.

Kuletakkan kembali hp tersebut dan meletakkan rokokku di asbak, kumulai menutup muka dengan kedua tanganku. Bukan menangis, tak mungkin kubiarkan air mata ini mengalir seenaknya di tempat yang tak seharusnya. Kuusap-usap mukaku dan kupijit ringan mataku. Ku sedang sangat butuh dipeluk.

Sayang, apa tak bisa kita saling mendengarkan? Mencoba bijak dalam keadaan yang tak menyenangkan. Menenangkan hati agar hilang semua rasa tak indah ini. Berbicara pelan tanpa sinis dan menyelesaikan semuanya tanpa tangis. Aku selalu menempatkanmu di urutan teratas dalam rencanaku, dan engkau selalu menjadi harapan terbaikku.

Tak sadar rokokku telah habis terbakar sampai ke pangkal. Kunyalakan lagi yang baru dan aku salah memposisikan rokok tersebut di bibirku, aku membakarnya terbalik. FUCK!! Mengapa selalu saja tak bisa ku berkonsentrasi dalam keadaan seperti ini. Dan aku sangat membencinya. Kumatikan rokok tersebut dan mulai membereskan perkakas kerjaku. Memasukkannya ke dalam tas kemudian mengambil hp dan mengetik,
“Sayang, masih marahkah kau?
Mendekatlah padaku ..
Biar kugenggam tanganmu dan kubuang ragumu..
Karena hanya ada kamu untukku...”

2 komentar: