Sabtu, 07 Desember 2013

Sexy Train

Sudah hampir 23,8 menit aku menunggu kereta yang akan membawaku menuju kotamu, dia belum juga datang. Seolah sengaja mengejekku dengan membuatku menunggu lebih lama. Dia tahu betul aku tak mungkin beranjak pergi sebelum dia datang menjemputku.

Satu menit, lima, enam... Ah, ini mulai membosankan. Oh, tidak tidak, mungkin aku saja yang kurang bersabar. Aku mulai menyalakan rokok keenamku selama menunggu keretaku datang. Menghisapnya perlahan, menikmati setiap hembusan asap yang memenuhi paru-paruku. Belum habis separuh rokokku kudengar pengumuman dengan suara pecah yang dikarenakan kualitas *speaker* yang memang jelek, keretaku segera datang.

Kumatikan rokokku, meneguk air mineral, dan segera bersiap menyambutnya. Tampak dari kejauhan dia mengedip nakal padaku, dia tahu aku menunggunya.
Sampai pada saat dia berhenti sempurna, aku berjalan menuju pintu gerbongku. Menarik nafas sebentar dan memasukinya, mencari tempat dudukku. Meletakkan koperku di atas dan duduk di sebelah seorang perempuan yang kurasa beberapa tahun lebih muda dariku.

Tak lama kemudian keretaku ini mulai merambat di atas titiannya. Mulanya pelan, namun dia sangat lihai dalam hal ini, menambah kecepatannya perlahan namun pasti. Gemerontang sambungan gerbong dan roda kereta bersahutan. Aku tak terusik, aku kangen bunyi ini.

Tak sampai satu jam, aku beranjak ke restorasi. Memesan teh panas dan memasang headset ke telinga.
Kulihat dirimu di sana. Menatapku lekat dan mulai berkata, "Terlalu mudah untuk menemukanmu di kereta yang kau sayang-sayang saat membawamu ke barat, dan tak henti kau maki saat membawamu kembali ke timur ini. Tak pernah kau ganti pilihanmu, teh panas." Lalu tersenyum dan bertanya, "Apa kabarmu, cah ayu?"

Bencinya aku tiap kau tanya dengan kalimatmu itu. Aku kerepotan menyembunyikan muka merahku. Benci pokoknya!
"Tak sebaik yang kau lihat sebenarnya", jawabku menahan sipu.

"Tak apa, selama masih bisa kulihat semburat pink di pipimu itu, kurasa kau cukup baik.", katamu.
Aku segera membuang pandang ke arah luar jendela, mengambil sebatang rokok dan segera menyalakannya. Berusaha tak menatapmu.

Namun kau dekatkan wajahmu mengikuti wajahku. Dengan tenang menatapku seolah aku tak keberatan.
"Seperti apa rasanya?", tanyamu.

Aku menatapmu, menghela nafas.
"Kupikir bisa mengobati rinduku dengan merokok yang sama denganmu. I wonder if you do the same thing, sometime."

Kau tersenyum, "Apa yang kau cari? You know i'm always around."
Aku menatap ke hamparan sawah hijau yang kulalui. Tak suka sekali dengan rasaku ini. Kuminum tehku yang mulai dingin dan hambar karena percakapan ini kurasa.

Kau melanjutkan, "Hanya beberapa jam dari sekarang kita akan berada di bawah langit yang sama. Please,, mana senyummu?"

Aku diam. Tak berani menatapmu, khawatir kau menangkap keraguan di mataku. Lalu kau genggam sejenak jemariku, dan mengusap pipiku, untuk kemudian berlalu pergi meninggalkanku.

Kunyalakan lagi sebatang rokok, kali ini marlboro light. Menghisapnya dalam dan hanya beberapa kali kemudian mematikannya, aku tak tahan terlalu lama seperti ini.

Meminum tehku dan tersedak kaget saat pramugara membangunkanku, "Gambir mbak.", katanya.

Kukemasi barangku dan menenteng koper keluar dari kereta. Tak lama hpku berbunyi, a text message, "Kau sungguh memakai baju abu-abu itu :)"
Senyumku mengembang seketika, kulihat kau di ujung sana tersenyum menungguku.

Sambil berjalan kubalas smsmu, "Dan kau sungguh-sungguh menantiku". Kemudian memasukkan hpku dan menyapa *driver* yang menjemputku.

Di dalam mobil kutulis lagi sebuah pesan pendek, "Aku senang bisa melihatmu di sana, betapa akan menjadi bahagia andai dapat memelukmu, sebentar saja.."

Jogja, Sunday December 8th 2013

2 komentar:

  1. hahahaha....
    bukankah kita sudah berjanji di kereta itu?
    radikal bebas yang saling bertubrukan.
    Keren!
    Seperti biasa, tulisanmu renyah. Hujan di senja dengan warna jingga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dear, Belatibiru


      rindu menulis rutin, rindu mba Ade :(

      Hapus